Selamat datang di blog saya Get Gifs at CodemySpace.com

Hyuna (4minute) - Bubble Pop! Mp3
Musicaddict.com

Selasa, 21 Februari 2012


HUKUM INTERNASIONAL
 
Hukum Intenasional atau sering disebut sebagai “Internasional Law”. Pengertian secara umum dan hukum intenasional adalah, bahwa istilah “Hukum” masih diterjemahkan sebagai aturan, norma atan kaedah. Sedangkan istilah internasional menunjukan bahwa hubungan hukum yang diatur tersebut
adalah subjek hukum yang melewati batas wilayah suatu negara, yaitu hubungan antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum bukan negara satu dengan lainnya, serta hubungan antara subjek hukum bukan negara satu dengan subjek hukum bukan negara. lainnya.
Pada hakekatnya hukum internasional adalah hukum yang mengatyur hubungan hukum atau masalah yang melintasi batas negara. Dengan kata lain hukum internasional mengatur masalah yang timbul antarsubjek hukum antar negara. Masyarakat internasional tidak mengenal suatu kekuasaan eksekutif pusat seperti pada negara-negara nasional, yang bertugas menjalankan hukum internasional tersebut. Dan juga dalam masyarakat internasional tidak terdapat badan legislatif dan badan yudikatif, serta kekuasaan polisional. Artinya tidak ada yang bisa memaksakan berlakunya hukum internasional tersebut kepada masyarakat. Hukum internasional hanya sebagal sisteni koordinasi.
Beberapa ahli hukum menganggap tidak adanya badan-badan tersebut sebagai suatu kelemahan sehingga hukum internasional tidak dapat dipandang sebagai hukum dalam arti yang sebenarnya. Dengan kata lain hukum internasional hanyalah bagian dan hukum secara umum yang tidak bisa dipastikan bagai mana pelaksanaannya. Dalam perkembangan ilmu hukum anggapan Austin tersebut adalah keliru. Hal tersehut dikarenakan, sifat hukum tidak selamanya ditentukan olch badan-badan tersebut. Tidak berarti tidak ada badan maka tidak ada hukum, memang adanya badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif merupakan ciri-ciri yang jelas dan pada suatu sistem hukum yang efektif, akan tetapi hal mi tidak berarti bahwa tanpa lembaga-lembaga tersebut tidak terdapat hukum. Hal ini berkaitan dengan teori hukum alam yang mengatakan bahwa berlakunya hukum karena kebutuhan manusia secara kodrat (Kususmaatrnadja, M. )
Teori Hukum Alami
Ajaran hukum alam mempunyai pengaruh yang besar atas hukum internasional sejak permulaan pertumbuhannya. Ajaran ini yang mula-mula mempunyai ciri-ciri keagamaan yang kuat, untuk pertama kalinya dilepaskan dan hubungannya dengan keagamaan itu oleh Hugo Grotius. Hukum alam diartikan sebagai hukum ideal yang berdasarkan atas hakekat manusia sebagai makhluk yang berakal atau kesatuan kaedah-kaedah yang diilhamkan alam pada akal manusia
Menurut penganut-penganut ajaran hukum alam ini hukum internasional itu mengikat karena hukum internasional itu tidak lain dari pada “hukum alam” yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Dengan lain perkataan negara-negara itu terikat atau tunduk pada hukum internasional dalam hubungan antara mereka satu sama lain karena hukum internasional itu merupakan bagian dan pada hukum yang lebih tinggi yaitu “hukum alam”.

Teori Kehendak Negara
Aliran mi mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional itu atas kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Menurut mereka pada dasarnya negaralah yang merupakan sumber segala hukum dan hukum internasional itu mengikat karena negara-negara itu atas kemauan sendiri mau tunduk pada hukum internasional. Aliran ini menyadarkan teori mereka pada falsafah Hegel yang dahulu mempunyai pengaruh yang luas di Jerman. Salah seorang yang paling terkemuka dan aliran ini adalah George Jellineck yang terkenal dengan “Selbst-limitation-theonie”-nya. Seorang pemuka lain dan aliran ini adalah Zorn yang berpendapat bahwa hukum internasional itu tidaklah lain dan pada hukum tata negara yang mengatur hubungan luar suatu negara. Hukurn Internasional bukan suatu yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan mengikat diluar kemauan negara
Kelemahan teori-teori ini adalah bahwa mereka tidak dapat menerangkan dengan rnemuaskan bagaimana caranya hukum internasional yang tergantung pada kehendak negara-negara dapat mengikat negara-negara itu. Teiepel berusaha untuk membuktikan bahwa hukum internasional itu mengikat bagi negara-negara, bukan karena kehendak mereka satu persatu untuk terikat melainkan karena adanya suatu kehendak bersama, yang lebih tinggi dan kehendak masing-masing negara, untuk tunduk pada hukum internasional. Triepel mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional pada kehendak negara tetapi membantah kemungkinan suatu negara melepaskan dirinya dari ikatan itu dengan suatu tindakan sepihak.

Teori Madzhab Weina
Suatu norma hukumlah yang merupakan dasar terakhir dari pada kekuatan mengikat dan pada hukum internasional. Demikianlah pendirian suatu aliran yang terkenal dengan nama Madzhab Weina. Menurut madzhab ini kekuatan-kekuatan mengikat suatu kaedah hukum internasional didasarkan suatu kaedah yang lebih tinggi yang pada gilirannya didasarkan pula pada suatu kaedah yang lebih tinggi lagi dan demikian seterusnya. Pada puncaknya kaedah-kaedah hukum dimana terdapat kaedah dasar yang tidak dapat lagi dikembalikan pada suatu kaedah yang lebih tinggi, melainkan harus diterima adanya sebagai suatu hypothese asal yang tidak dapat diterangkan secara hukum.
Ajaran madzhab Weina ini mengembalikan segala sesuatunya kepada suatu kaedah dasar, memang dapat menerangkan secara logis dari mana kaedah-kaedah hukum internasional itu memperoleh kekuatan mengikatnya akan tetapi ajaran ini tidak dapat menerangkan mengapa kaedah dasar itu sendiri mengikat. Dengan demikian maka seluruh sistem yang logis tadi menjadi tergantung-gantung di awang-awang jadinya. Sebab tak mungkin persoalan kekuatan mengikat hukum internasional itu disandarkan atas suatu hypothese. Dengan pengakuan bahwa persoalan kaedah dasar merupakan suatu pensoalan di luar hukum (metayunidis) yang tidak dapat diterangkan, maka persoalan mengapa hukum internasional itu mengikat dikembalikan kepada nilai-nilai kehidupan manusia diluar hukum yakni rasa keadilan dan moral.

Teori Aliran Madzhab Perancis
Madzahab Perancis dengan pemuka-pemukanya terutama Fauchile, scelle dan Duguit mendasarkan kekuatan mengikat hukum internasional seperti juga segala hukum pada faktor-faktor biologis, sosial dan sejarah kehidupan manusia yang mereka namakan fakta-fakta kemasyarakatan yang menjadi dasar. Menurut mereka persoalannya dapat dikembalikan pada sifat alami manusia sebagai makhluk sosial, hasratnya untuk berabung dengan manusia lain dan kebutuhannya akan solidaritas. Kebutuhan dan naluri sosial manusia sebagai orang seorang menurut mereka juga dimiliki oleh bangsa-bangsa. Jadi dasar kekuatan mengikat hukum (internasional) terdapat dalam kenyataan sosial bahwa mengikatnya hukum itu perlu mutlak bagi dapat terpenuhinya kebutuhan manusia (bangsa) untuk hidup bermasyarakat.
Teori Positivisme
Pada teen mi kekuatan mengikatnya hukum internasional pada kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Hukum internasional itu sendiri berasal dan kemauan negara dan berlaku karena disetujui oleh negara. Kelemahan dari teori ini adalah tidak dapat menjelaskan jika ada negara yang tidak setuju apakah hukurn internasional tidak lagi mengikat, tidak dapat menjelaskan jika ada negara baru tetapi langsung terikat oleh hukum internasional, tidak dapat menjelaskan mengapa ada hukum kebiasaan, kemauan negara hanya Facon De Parler (perumpamaan), berlakunya hukum internasional tergantung dan society of state. Sedangkan kelebihannya Praktek-praktek negara dan hanya peraturan-peraturan yang benar-benar ditaati yang menjadi hukum internasional.
Sumber hukum dibedakan menjadi dua yaitu sumber hukum formal dan sumber hukum materiil. Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dilihat dan bentuknya, sedang sumber hukum matenriil adalah segala sesuatu yang menentukan isi dan hukum. Menurut Starke, sumber hukum materiil hukum internasional diartikan sebagai bahan-bahan aktual yang digunakan oleh para ahli hukum intrenasional untuk menetapkan hukum yang berlaku bagi suatu penistiwa atau situasi tertentu.
Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Pada awal mula, dan kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional
Subjek Hukum Internasional adalah semua pihak atau entitas yang dapat dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional. Hak dan kewajiban tersebut berasal dan semua ketentuan baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari perjanjian internasional ataupun dan kebiasaan internasional (Istanto, Ibid: 16; Mauna, 2001:12).
Ciri Subyek Hukum Internasional
  • Semua entitas
  • ada Kemampuan
  • Memiliki dan melaksanakan hak dan kewajiban menurut hukum internasional.
Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah:
Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
  • Penduduk yang tetap
  • Wilayah tertentu
  • Pemenintahan
  • Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
Beberapa literatur menyebutkan bahwa negara adalah subjek hukum internasional yang utama, bahkan ada beberapa literatur yang menyebutkan bahwa negara adalah satu-satunya subjek hukum internasional.
Alasan yang mendasari pendapat yang menyatakan bahwa negara adalah subjek hukum internasional yang utama adalah:
  • Hukum internasional mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara, sehingga yang harus diatur oleh hukum internasional terutama adalah Negara.
  • Pearjanjian internasional merupakan sumber hukum internasional yang utama dimana negara yang paling berperan menciptakannya.

Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James 11. Wolfe:
  • Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa;
  • Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
  • Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
Dasar hukum yang menyatakan bahwa organisasi internasional adalah subjeh hukum internasional adalab pasal 104 piagam PBB.

Palang Merah Internasional
Sebenarnya Palang Merah Internasional, hanyalah merupakan salah satu jenis organisasi internasional. Namun karena faktor sejarah, keberadaan Palang Merah Internasional di dalam hubungan dan hukum internasional menjadi sangat unik dan di samping itu juga menjadi sangat strategis. Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam yang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dan negara-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. (Phartiana, 2003; 123)
Dasar hukumya:
  • Internasionai committee of red cross (ICRC)
  • Konvensi jenewa 1949 tentang perlindungan korban perang

Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara. (Phartiana, 2003, 125)
Dasar hukumnya:
  • Lateran Tretay (11 february 1929)

Kaum Pemberontak/Beligerensi (Belligerent)
Kaum beligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dan masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional.
Dasar hukumnya:
  • Hak untuk menentukan nasib sendiri
  • Hak untuk memilih sistem ekonomi, social dan budaya sendiri
  • Hak untuk menguasai sumber daya alam

Individu
Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan membebani kewajiban serta tanggungjawab secara langsung kepada individu semakin bertambah pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
Dasar hukumnya:
  • Perjanjian Versailles 1919 pasal 297 dan 304
  • Perjanjian upersilesia 1922
  • Keputusan permanent court of justice 1928
  • Perjanjian London 1945 (lnggris, Prancis, Rusia, USA)
  • Konvensi Genocide 1948

Perumusan Multinasional
Perusahaan multinasional memang merupakan fenomena baru dalam hukum dan hubungan internasional. Eksistensinya dewasa ini memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukurn internasional itu sendiri.
Tempat Hukum Internasional Dalam Tata Hukum Secara Keseluruhan
Pembahasan persoalan tempat atau kedudukan hukum internasional dalam rangka hujum secara keseluruhan didasarkan atas anggapan bahwa sebagai suatu jenis atau bidang hukum, hukum internasional merupakan bagian dari pada hukum pada umumnya. Anggapan atau pendirian demikian tidak dapat dielakkan apabila kita hendak melihat hukum internasional sebagai suatu perangkat ketentuan-ketentuan dan azas-azas yang efektif yang benar-benar hidup di dalam kenyataan dan karenanya mempunyai hubungan yang efektif pula dengan ketentuan-ketentuan atau bidang-bidang hukum lainnya, di antaranya yang paling penting adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur kehidupan manusia dalam masing-masing lingkungan kebangsaannya yang dikenal dgnnama hukum nasional. Karena pentingnya hukum nasional masing-masing negara dalam konstelasi politik dunia dewasa ini dengan sendirinya pula persoalan bagaimanakah hubungan antar berbagai hukum nasional itu dengan hukum internasional.

Dari Sudut Teoritis Ada Dua Pandangan Tentang Hukum Internasional, yaitu:
  • Pandangan Voluntarisme, yaitu yang mendasarkan berlakunya hukum internasional dan bahkan persoalan ada atau tidaknya hukum internasional ini tergantung pada kemauan negara. Contoh: Teori kehendak bersama negara, teori kehendak negara.
  • Pandangan Objektivitas, yaitu menganggap ada dan berlakunya hukum internasional ini terlepas dari kemauan negara. Contoh: Teori hukum alam (tak berhubungan dengan negara).

Ditinjau dan aliran atau sudut pandang teori ini menguraikan
  • Aliran Dualisme, menurut aliran atau teori ini bahwa daya ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara, maka hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dan yang lainnya.
  • Faham Monisme, faham monisme didasarkan atas pemikiran kesatuan dari pada seluruh hukum yang mengatur hidup manusia. Dalam rangka pemikiran ini hukum internasional dan hukum nasioanal merupakan dua bagian yang dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia.

Primat hukum internasional menurut praktek internasional
Praktek hukum internasional memberikan cukup bahan atau contoh bagi kesimpuIan bahwa pada masa dan tingkat perkembangan masyarakat internasional dewasa ini hukum internasional cukup memiliki kewibawaan terhadap hukum nasional untuk mengatakan bahwa pada umumnya hukum internasional itu ditaati dan hukum nasiona1 pada hakekatnya tunduk pada hukum internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar